Jumat, 18 Agustus 2017

"cinta berseri di kampus"


“Ya Tuhan, aku telat.”
Aryo melajukan mobil keluar dari garasi rumah, kuliah pagi adalah perjuangan yang berat bagi seseorang seperti Aryo. Tapi kewajiban untuk mengikuti setiap perkuliahan membuatnya berusaha sekuat tenaga untuk bangun pagi terlebih sang ayah sudah memrotesnya karena aktifitas yang dia ikuti sering dianggap mengganggu perkuliahan.
Aryo hanyalah satu diantara ribuan mahasiswa Universitas Merdeka yang termasuk mahasiswa paling populer karena kekritisanya, Sekretaris Jendral Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Universitas menjadikanya sosok Aryo sangat mudah untuk dikenali di hampir setiap sudut kampus. Wajar saja bagi seorang aktivis seperti dia membuat susah bangun di pagi hari. Terlebih Pak Anggoro, dosen yang pagi itu mengajar juga sudah memberi peringatan kepada Aryo karena dianggap terlalu banyak aktifitas diluar perkuliahan bahkan memberikan ancaman secara terbuka di depan teman sekelasnya karena sering terlambat bahkan absen dari perkuliahan hanya demi aktifitas kampus.
Dengan sigap dia mengambil buku dan tas yang ada di jok mobil samping Aryo sesaat setelah dia berhasil memarkirkan mobil layaknya pembalap, membuka pintu mobil dan memencet tombol kunci sambil terus bergumam pada diri sendiri.
“Mampus…. Mapuuusss…. Aku telat….” Gumam Aryo.
Dia berlari menyusuri jalan kampus sambil sesekali menerima sapaan kawan-kawan yang memberikan lambaian salam hangat buat Aryo. Itu sudah menjadi kebiasaannya jika sedang berada di kampus atau bahkan ketika sedang asyik nongkrong di kafe langgananya. Aryo hanya bisa memberikan lambaian tangan atau kode dengan menunjuk jam tangan.
Di depan lift kampus, sesekali dia membuka buku. Memeriksa apakah ada yang tertinggal ataukah ada yang kurang.
Tak sadar, saat pintu lift terbuka. Matanya terinterupsi oleh sosok tinggi dan tegap yang berdiri di dalam lift, wajahnya putih bersih dengan dada bidang tergambar jelas dalam lekukan kaus biru bergambar logo Superman warna merah, dibalut dengan kemeja krem kotak-kotak dan celana jeans biru seirama dengan kaus yang dikenakan.
“Mau masuk, bro?” Pria itu mencoba menyadarkan Aryo yang sejenak tertegun.
“Eh… I.. Iya, maaf.” Ucap Aryo mencoba menyadarkan diri.
Aryo memasuki lift. Saat akan menyentuh tombol tutup. Tanpa sengaja sosok yang sejenak menginterupsi Aryo itu juga menyentuh tombol tutup. Jarinya saling bersentuhan membuat mereka sama-sama terkejut dan saling meminta maaf seraya Aryo memencet tombol lantai 5.
Pintu lift terbingkai kaca. Tapi justru itu yang membuat jantungnya bergejolak. Jarak lantai dasar hingga lantai 5 seharusnya sangat dekat dan cepat, tapi kali ini tidak biasa.             Pergerakan lift terasa sangat lambat dan membuat Aryo semakin salah tingkah, sesekali matanya tertuju pada sosok disampingnya. Matanya berkali-kali melirik melihatnya dari kaca depan. Dia tergambar jelas di kaca pintu lift.
Selama dia di kampus itu, rasanya baru kali ini dia melihat anak itu. Mungkin karena sosok lelaki tinggi tegap yang berdiri disampingnya membuat Aryo berfikir kehilangan satu sosok yang mencuri perhatiannya saat itu diantara ribuan mahasiswa. Pikiranya terus melayang tak tentu arah dan dadanya semakin berdegub kencang tanpa memahami apa yang sedang terjadi.
“Hallo, aku Irfan anak hukum. Kamu Aryo, kan? Anak BEM yang terkenal itu, anak Fakultas Psikologi, kan?” Entahlah, angin apa yang membuat tangan sosok tegap di samping Aryo mengarah untuk memberikan salam perkenalan.
“Eh… Iyah, kok tau?” Aryo mencoba mengangkrabkan diri berusaha bersikap biasa.
“Siapa sih yang nggak kenal Sunaryo Wicaksono anak gang Melati No 34 mahasiswa Semester 7 Fakultas Psikologi Universitas Merdeka yang menjabat jadi Sekretaris Jendral Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas” Irfan mengucapkan dengan lantang dan jelas
DEGH!!!
Mata Aryo terbelalak menatap Irfan yang menurutnya baru dikenalnya beberapa menit yang lalu. Bahkan Aryo sendiri tidak paham seseorang bernama Irfan karna tak sempat lagi bibirnya menanyakan siapa Irfan sesungguhnya saat pintu li